Tentang Lupita dan Lupus | Diary Tante Elsa
Tentang Lupita dan Lupus | Diary Tante Elsa - Hallo sahabat Tante Elsa yang aku sayangi dan aku rindukan, pembaca Diary Tante Elsa, Terimakasih sudah mampir di Diary Tante Elsa yang sederhana ini, Saat ini diary yang Tante Elsa tulis dengan judul Tentang Lupita dan Lupus | Diary Tante Elsa, Tante Elsa sudah sengaja membuat artikel diary ini dengan maksut sebagi dokumentasi saja. Mudah-mudahan isi diary dengan label
diary Blog, yang Tante Elsa tulis ini dapat menjadi inspirasi buat teman-teman. Baiklah, selamat membaca, semoga bermanfaat, Jangan lupa subcribe Blog Diary Tante Elsa ya...???
Judul : Tentang Lupita dan Lupus | Diary Tante Elsa
link : Tentang Lupita dan Lupus | Diary Tante Elsa
Elsa : Your turn to tell story....
Dosen : Hehehe .... Seperti dongeng sebelum tidur ya....
Elsa : Hahahaa... iya, ceritakan kisah yang paling bagus ya Pak, yang menyentuh perasaan.
Dosen : Ok, saya punya satu kisah yang bagus. Simak ya
Elsa : Siap!
Tahun 2003, saya masih ingat betul. Ketika saya sedang mengetik di ruangan saya, ada beberapa mahasiswa yang tiba-tiba meminta waktu untuk bicara. 3 mahasiswi dan 1 mahasiswa. Saya persilahkan mereka duduk, tapi tampaknya mereka salah tingkah. Yang satu mencolek lengan temannya, satunya lagi, mengambil gerakan mundur perlahan. Si mahasiswa yang jadi satu satunya berkelamin pria, harusnya bisa memimpin teman-temannya. Tetapi dia malah tertunduk diam.
"Ada apa? Ada masalah apa?" Saya mencoba mencairkan suasana sambil tersenyum. Melihat mahasiswa di depan saya ini, kok jadi lucu. Mereka harusnya dewasa, tapi sekarang tampak seperti anak TK yang malu-malu ketika diminta maju ke depan kelas oleh bu guru.
Saya menghela nafas panjang. Lalu akhirnya salah satu mahasiswi memberanikan diri berbicara, meskipun dengan sangat tegang dan penuh kecemasan.
"Begini Pak... Bapak tau teman saya, Lupita?"
"Lupita yang pakai jilbab, yang suka duduk di depan? Lupita yang pipinya selalu memerah?"
"Ah iya Pak, benar. Lupita yang itu!" sahut temannya.
"Kenapa Lupita? Ada masalah apa?" tanya saya.
"Lupita sakit Pak"
Saya jadi teringat beberapa bulan yang lalu, beberapa dosen membicarakan masalah ini. Ada seorang mahasiswa yang terpaksa diamputasi jari-jari kakinya. Dan kami pun mengumpulkan dana sumbangan untuk membantu si mahasiswa. Saya tidak seberapa memperhatikan waktu itu, karena saya sedang sibuk dengan deadline penelitian di LIPI.
"Oh, iya...saya dengar masalah Lupita itu. Tapi semester ini sepertinya Lupita tidak mengambil mata kuliah saya kok. Lalu ada apa dengan Lupita? apa yang bisa saya bantu?"
"hhmm....... Bagaimana jika ..... Bapak bisa gak menjeng-"
"Kami mau ke sana Pak!" potong temannya. "Kami akan menjenguk Lupita. Apa Bapak bisa ikut bersama kami?"
"Oh begitu.... ya nanti saya jenguk Lupita juga" rupanya mereka ingin saya menjenguk Lupita.
"Kapan Pak?" hampir serempak mereka bertanya. Tampaknya mereka sangat ingin saya ikut menjenguk.
"Segera setelah pekerjaan saya selesai ya..."
Keempat mahasiswa itu tampak kecewa. Sejenak kemudian mereka pamit, sambil berbisik-bisik di antara mereka. Saya jadi bertanya-tanya, apa gerangan sebenarnya yang terjadi.
Elsa : Lalu? jadi menjenguk Lupita kan?
Dosen : hhm... iya. dan ternyata memang kondisinya mengenaskan. Saya ketika itu, hampir saja menitikkan air mata.
Elsa : Hahahahaa...masa dosen nangis di depan mahasiswanya? gengsi dong....
Dosen : hehehee, bukan begitu, ini bukan masalah gengsi atau tidak. Jika Elsa ada disana, pasti juga akan menangis, sama seperti saya. Kalau saya sih...mampu saya tahan sampai di rumah. Kalau Elsa, mungkin nangis di tempat.
Elsa : Masa sih Pak? sebegitunya.... parah banget ya?
Dosen : Begitulah.
Saya akhirnya punya waktu ke sana, setelah beberapa hari. Saya mengajak beberapa kawan dosen. Sepertinya waktunya sangat tepat, ketika itu Lupita baru saja keluar dari kamar operasi. Orangtua, saudara-saudara, teman dan banyak lainnya tampak menunggui Lupita. Seorang mahasiswa, sahabat baik Lupita, menyambut saya dengan sangat gembira. Dia lalu menceritakan bahwa Lupita baru saja diamputasi kakinya, sampai sebatas lutut. Saya tegang mendengarnya.
Dia melanjutkan cerita tentang Lupita, yang telah lama mengidap LUPUS. dan 2 tahun terakhir, Lupita tampak semakin lelah. Ia sering sekali pingsan. Sayangnya.. saya tidak banyak tahu soal itu. Saya merasa bersalah juga, kurang care dengan mahasiswa-mahasiswa saya.
Sebulan yang lalu, Lupita terpaksa kehilangan jari-jari kakinya. Ternyata tidak berhenti di situ. Penyakit sudah terlanjur menyebar. Dan hari ini, Lupita kehilangan kakinya sebatas lutut.
Saya tanya, bagaimana Lupita menghadapi semuanya. Mahasiswa itu tersenyum, "Lupita hebat Pak. Dia kuat dan sangat bersemangat, apalagi jika ada kuliahnya Bapak" jawabnya.
Bodohnya saya, masih juga tidak mengerti apa maksudnya.
"Mari Pak...tampaknya Lupita sudah siuman" Dia mengajak kami masuk ke kamar Lupita. Saya bersalaman dengan Orang Tuanya, dan beberapa orang disana.
Ranjang Lupita berada di tengah. Saya melihat Lupita yang begitu kurus. Ada ruam-ruam merah seperti cakram di sepanjang lengannya. Bibirnya pecah-pecah, wajahnya pucat sekali. Hal itu membuat ruam merah di pipi dan sekitar hidungnya semakin kentara. Si Mahasiswa tadi dengan sigap meletakkan kursi plastik di sebelah Lupita, dan meminta saya duduk disana. Lupita tampaknya belum sadar benar. Sang Ibu mendampinginya. Membisikkan sesuatu ke telinga Lupita. Dan tampaknya kata kata Sang Ibu sangat manjur. Lupita langsung terbangun, dan meminta untuk dibantu duduk. Lupita tersenyum melihat saya. seketika itu wajahnya berbinar, pucatnya hilang. Saya menyalami Lupita erat erat, bermaksud memberinya semangat.
Saya lihat Sang Ibu tak kuasa menahan air matanya. Beliau meminta ijin keluar ruangan. Tapi Lupita tak mengalihkan pandangannya dari saya sedikitpun. Lupita dengan ceria bercerita pada saya, meskipun sambil menahan sakit. Tentang keinginanya masuk kuliah lagi. Tentang tugas tugasnya yang terbengkalai, juga tentang ketidakmampuannya memenuhi 75% absensi. Saya mendengarkan dengan seksama, tidak banyak bertanya, hanya memberikan pesan agar tetap bersemangat, tetap bersyukur apapun yang terjadi. Lupita mengangguk angguk, berjanji akan memenuhi semua pesan-pesan saya.
Saya dan teman-teman dosen lainnya pun pamit pulang. Namun ketika kami di parkiran, Sang Ibu dan mahasiswa sahabat Lupita tergopoh-gopoh mengejar kami.
"Paaaak....Terima kasiiiiihhhhhh.... terima kasih sekali sudah bersedia datang" kata Sang Ibu sambil terisak. Saya bingung harus jawab apa waktu itu melihat Ibunya menangis. Akhirnya saya cuma meminta beliau tetap sabar dan tabah.
Elsa : Hhm.... pasti ada sesuatu nih... gak wajar ya
Dosen : Saya lanjutkan??
Elsa : LANJUTKAN! lebih cepat lebih baik! hehehehehe
Seminggu kemudian, saya harus pergi ke Jakarta. dan tinggal di sana selama 3 bulan. Begitu saya kembali, ternyata Lupita sudah meninggal dunia, seminggu sebelum kedatangan saya.
Sore, ketika saya hendak pulang, seorang mahasiswa ..sahabat baik Lupita yang dulu mendampingi saya di rumah sakit, menemui saya. Dia bilang, nanti malam adalah acara pengajian 7 harinya kepergian Lupita di rumah orang tuanya. Dia mengundang saya, atas nama orangtuanya.
Elsa : Innalillahi wa inna ilaihi rojiuuun.....
Dosen : sedih ya?
Elsa : Bapak datang malam itu?
Dosen : Ya, tentu saja saya datang.
Begitu pengajian usai, beberapa sahabat baik Lupita mengajak saya ngobrol di teras rumah Lupita. Di situlah, baru terbuka semuanya. Lupita menyukai saya sejak dia masuk kuliah tahun 2000. Dia bahkan menyukai saya sejak pertama kali bertemu di klinik kampus. Teman Lupita bercerita, ketika itu masa ospek. Lupita pingsan dan dibawa ke klinik. Begitu siuman, dia bertemu saya yang sedang terluka tangannya. Dia memperhatikan suster membalut luka saya agar darah bisa berhenti mengucur. Lupita tak bisa melupakan, ketika saya tersenyum padanya. Subhanallah... saya saja tidak ingat kejadian itu.
Teman-teman Lupita juga terus bercerita tentang Lupita. Bagaimana Lupita selalu bersemangat ikut kuliah saya. Lupita selalu memilih duduk paling depan, berhadapan tepat dengan meja dosen agar bisa sekedar memandang saya. Tidak banyak mahasiswa yang tahu akan hal ini, tjadi maklum saja jika cerita ini tidak sampai ke telinga saya. Hingga tahun ketiga kuliah, Lupita tampak semakin lemah. Jarang bisa ke kampus. tapi sering sekali menelpon teman-temanya, untuk bertanya bagaimana kabar saya di kampus.
Sampai akhirnya Lupita harus diamputasi jari kakinya, keinginannya hanyalah dijenguk oleh saya. Berkali kali, ia meminta teman-temannya agar membawa saya ke rumah sakit, agar dia bisa bertemu saya. Dan ketika saya menjenguknya, Lupita... masih menurut pengakuan teman-temannya.... benar-benar gembira. Dia tidak tidur semalaman, membicarakan saya. Dia lupa sakitnya, dia begitu gembira.
Hari-hari terakhir Lupita sempat meminta dijenguk lagi oleh saya. Tapi sayang sekali, Saya sedang di jakarta. Sahabat-sahabat Lupita tidak berhasil menghubungi saya. Sangat disesalkan ya, seandainya saja saya bisa mendampingi Lupita di saat saat terakhirnya.....
Elsa : Bapak...ketika diberi cerita cerita soal Lupita malam itu.... bagaimana perasaannya?
Dosen : Ah, jangan ditanya. Saya gak tau harus bilang apa. Sedih... menyesal... sedikit senang karena saya sempat menjenguknya di rumah sakit.... dan bingung pastinya.
Elsa : Aku berkali kali mengambil nafas panjang nih Pak. Membayangkan bagaimana perasaan Lupita ketika itu. Tapi aku salut banget Pak... Lupita tetap memandang hidup ini indah, meskipun harus berteman dengan LUPUS. Dia tetap bersemangat kuliah, berusaha tetap sehat meskipun sulit. Kalo aku jadi Lupita, aku pasti berhenti kuliah deh, memilih tetap di rumah bermanja manja pada Ibuku.
Dosen : Iya, kata temannya, ketika Lupita sudah tidak punya jari kaki, Dia tetap bersikeras pergi kuliah meskipun jalan saja susah.
Elsa : Tidak mau menyerah, apapun yang terjadi ya. Semoga aku juga bisa seoptimis Lupita.
Dosen : Amiiin...amiiin....
Elsa : boleh tanya Pak?
Dosen : Iya Elsa
Elsa : Apa hikmahnya buat bapak? kisah Lupita ini....
Dosen : Banyak.... terutama soal penyakit ya. Kita gak tahu tiba tiba bisa kena penyakit yang berat, Kita gak bisa milih milih kan? Tiba tiba dapet menyakit berat, kalau boleh memilih, semua orang pengennya gak punya panyakit.
Elsa : trus, tentang lainnya?
Dosen : Tentang pesan terakhirnya itu, saya salut, dia mengambil keputusan seperti itu. Padahal kan dia bisa memilih untuk menyampaikan pesan via temannya itu sejak awal. Juga tentang perasaannya pada saya ... yang hanya dia dan segelintir teman yang tahu. Ibunya juga tahu belakangan.
Elsa : Pesan apa?
Dosen : pesan bahwa ingin dijenguk oleh saya. dan juga alasan kenapa dia pingin saya menjenguknya.
Elsa : Apa alasannya?
Dosen : ya mungkin karena selama ini dia memendam rasa. atau mungkin dia pingin saya tahu di saat saat terakhirnya. Justru itu yang membuat saya sangat sedih.
Elsa : Jika seandainya Bapak tahu lebih awal...apa yang akan dilakukan? apa nanti akan berbeda?
Dosen : Tahu lebih awal tentang apa? tentang penyakitnya atau tentang perasaannya?
Elsa: Keduanya
Dosen : Kalau tentang perasaan, saya juga gak tahu, kira kira respon saya bagaimana. Kalau tentang penyakitnya.... jujur saya gak bisa berbuat apa apa. Waktu itu, saya belum tahu banyak soal LUPUS. dan keluarganya juga sudah melakukan apapun yang terbaik untuk pengobatannya. Saya paling paling bisa ikut prihatin dan berdoa untuknya. Sejak kejadian itu, saya jadi lebih banyak tahu tentang Lupus.
LUPUS berasal dari bahasa latin "lupus" yang berarti anjing hutan. Istilah itu dipakai karena biasanya penderita lupus memiliki ruam merah di bagian hidung dan pipi (berbentuk seperti kupu-kupu, disebut juga butterfly rush) serupa seperti pipi serigala/anjing hutan. Dan karena ruam di pipi berbentuk seperti kupu-kupu, penyakit lupus juga sering disimbolkan dengan gambar kupu-kupu.
Lupus adalah penyakit yang berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh. Jika dalam kondisi sehat, sistem kekebalan tubuh manusia berfungsi untuk menangkal segala penyakit yang mencoba masuk ke tubuh, Penyakit Lupus justru melakukan kebalikannya. Sistem kekebalan tubuh penderita lupus justru menyerang organ dalam tubuh yang sehat. Dan pada setiap penderita lupus, jaringan atau organ tubuh yang diserang bisa sangat berbeda-beda. Itulah kenapa Lupus dikenal dengan sebutan Panyakit dengan seribu wajah, karena gejala lupus pada setiap penderita bisa jadi sangat berlainan satu sama lain.
Penyebab Lupus belum diketahui dengan pasti. Begitu pula dengan obatnya. Keganasan lupus setara dengan kanker atau HIV/Aids. Banyak sekali yang mengira Lupus adalah penyakit langka, dengan jumlah penderita yang kecil. Kenyataannya adalah setiap tahun ditemukan lebih dari 100.000 kasus baru lupus di dunia. Di Indonesia sendiri, jumlah penderita lupus semakin lama semakin meningkat.
Gejala penyakit Lupus beberapa di antaranya adalah :
- Muncul rumah merah / bercak bercak di sekitar hidung dan pipi, berbentuk seperti kupu-kupu.
- Badan mudah lelah secara berlebihan, pegal-pegal dan demam.
- Sakit kepala menahun, sakit dada ketika mengambil nafas dalam-dalam. rambut rontok.
- Nyeri persendian, karena kematian jaringan pada tulang dan persendian.
- Kelainan pada darah. Bisa berupa anemia, pembekuan dara yang berujung pada stroke, atau jumlah trombosit yang berkurang drastis.
- dan lain lain.
Cara mengetahui seseorang menderita lupus atau tidak, adalah dengan melakukan tes Antinuclear Antobodies (ANA) . Jika hasilnya positif, maka bisa dikatakan orang itu menderita Lupus.
Kunjungi Yayasan Lupus Indonesia untuk mencari informasi lebih lanjut tentang Lupus, acara-acara berkaitan dengan penyakit Lupus, atau tata cara bagaimana kita bisa membantu penderita Lupus di Indonesia.
Anda sekarang membaca artikel Tentang Lupita dan Lupus | Diary Tante Elsa dengan alamat link https://diarytanteelsa.blogspot.com/2012/01/tentang-lupita-dan-lupus-diary-tante.html
Judul : Tentang Lupita dan Lupus | Diary Tante Elsa
link : Tentang Lupita dan Lupus | Diary Tante Elsa
Tentang Lupita dan Lupus | Diary Tante Elsa
Elsa : Your turn to tell story....
Dosen : Hehehe .... Seperti dongeng sebelum tidur ya....
Elsa : Hahahaa... iya, ceritakan kisah yang paling bagus ya Pak, yang menyentuh perasaan.
Dosen : Ok, saya punya satu kisah yang bagus. Simak ya
Elsa : Siap!
Tahun 2003, saya masih ingat betul. Ketika saya sedang mengetik di ruangan saya, ada beberapa mahasiswa yang tiba-tiba meminta waktu untuk bicara. 3 mahasiswi dan 1 mahasiswa. Saya persilahkan mereka duduk, tapi tampaknya mereka salah tingkah. Yang satu mencolek lengan temannya, satunya lagi, mengambil gerakan mundur perlahan. Si mahasiswa yang jadi satu satunya berkelamin pria, harusnya bisa memimpin teman-temannya. Tetapi dia malah tertunduk diam.
"Ada apa? Ada masalah apa?" Saya mencoba mencairkan suasana sambil tersenyum. Melihat mahasiswa di depan saya ini, kok jadi lucu. Mereka harusnya dewasa, tapi sekarang tampak seperti anak TK yang malu-malu ketika diminta maju ke depan kelas oleh bu guru.
Saya menghela nafas panjang. Lalu akhirnya salah satu mahasiswi memberanikan diri berbicara, meskipun dengan sangat tegang dan penuh kecemasan.
"Begini Pak... Bapak tau teman saya, Lupita?"
"Lupita yang pakai jilbab, yang suka duduk di depan? Lupita yang pipinya selalu memerah?"
"Ah iya Pak, benar. Lupita yang itu!" sahut temannya.
"Kenapa Lupita? Ada masalah apa?" tanya saya.
"Lupita sakit Pak"
Saya jadi teringat beberapa bulan yang lalu, beberapa dosen membicarakan masalah ini. Ada seorang mahasiswa yang terpaksa diamputasi jari-jari kakinya. Dan kami pun mengumpulkan dana sumbangan untuk membantu si mahasiswa. Saya tidak seberapa memperhatikan waktu itu, karena saya sedang sibuk dengan deadline penelitian di LIPI.
"Oh, iya...saya dengar masalah Lupita itu. Tapi semester ini sepertinya Lupita tidak mengambil mata kuliah saya kok. Lalu ada apa dengan Lupita? apa yang bisa saya bantu?"
"hhmm....... Bagaimana jika ..... Bapak bisa gak menjeng-"
"Kami mau ke sana Pak!" potong temannya. "Kami akan menjenguk Lupita. Apa Bapak bisa ikut bersama kami?"
"Oh begitu.... ya nanti saya jenguk Lupita juga" rupanya mereka ingin saya menjenguk Lupita.
"Kapan Pak?" hampir serempak mereka bertanya. Tampaknya mereka sangat ingin saya ikut menjenguk.
"Segera setelah pekerjaan saya selesai ya..."
Keempat mahasiswa itu tampak kecewa. Sejenak kemudian mereka pamit, sambil berbisik-bisik di antara mereka. Saya jadi bertanya-tanya, apa gerangan sebenarnya yang terjadi.
Elsa : Lalu? jadi menjenguk Lupita kan?
Dosen : hhm... iya. dan ternyata memang kondisinya mengenaskan. Saya ketika itu, hampir saja menitikkan air mata.
Elsa : Hahahahaa...masa dosen nangis di depan mahasiswanya? gengsi dong....
Dosen : hehehee, bukan begitu, ini bukan masalah gengsi atau tidak. Jika Elsa ada disana, pasti juga akan menangis, sama seperti saya. Kalau saya sih...mampu saya tahan sampai di rumah. Kalau Elsa, mungkin nangis di tempat.
Elsa : Masa sih Pak? sebegitunya.... parah banget ya?
Dosen : Begitulah.
Saya akhirnya punya waktu ke sana, setelah beberapa hari. Saya mengajak beberapa kawan dosen. Sepertinya waktunya sangat tepat, ketika itu Lupita baru saja keluar dari kamar operasi. Orangtua, saudara-saudara, teman dan banyak lainnya tampak menunggui Lupita. Seorang mahasiswa, sahabat baik Lupita, menyambut saya dengan sangat gembira. Dia lalu menceritakan bahwa Lupita baru saja diamputasi kakinya, sampai sebatas lutut. Saya tegang mendengarnya.
Dia melanjutkan cerita tentang Lupita, yang telah lama mengidap LUPUS. dan 2 tahun terakhir, Lupita tampak semakin lelah. Ia sering sekali pingsan. Sayangnya.. saya tidak banyak tahu soal itu. Saya merasa bersalah juga, kurang care dengan mahasiswa-mahasiswa saya.
Sebulan yang lalu, Lupita terpaksa kehilangan jari-jari kakinya. Ternyata tidak berhenti di situ. Penyakit sudah terlanjur menyebar. Dan hari ini, Lupita kehilangan kakinya sebatas lutut.
Saya tanya, bagaimana Lupita menghadapi semuanya. Mahasiswa itu tersenyum, "Lupita hebat Pak. Dia kuat dan sangat bersemangat, apalagi jika ada kuliahnya Bapak" jawabnya.
Bodohnya saya, masih juga tidak mengerti apa maksudnya.
"Mari Pak...tampaknya Lupita sudah siuman" Dia mengajak kami masuk ke kamar Lupita. Saya bersalaman dengan Orang Tuanya, dan beberapa orang disana.
Ranjang Lupita berada di tengah. Saya melihat Lupita yang begitu kurus. Ada ruam-ruam merah seperti cakram di sepanjang lengannya. Bibirnya pecah-pecah, wajahnya pucat sekali. Hal itu membuat ruam merah di pipi dan sekitar hidungnya semakin kentara. Si Mahasiswa tadi dengan sigap meletakkan kursi plastik di sebelah Lupita, dan meminta saya duduk disana. Lupita tampaknya belum sadar benar. Sang Ibu mendampinginya. Membisikkan sesuatu ke telinga Lupita. Dan tampaknya kata kata Sang Ibu sangat manjur. Lupita langsung terbangun, dan meminta untuk dibantu duduk. Lupita tersenyum melihat saya. seketika itu wajahnya berbinar, pucatnya hilang. Saya menyalami Lupita erat erat, bermaksud memberinya semangat.
Saya lihat Sang Ibu tak kuasa menahan air matanya. Beliau meminta ijin keluar ruangan. Tapi Lupita tak mengalihkan pandangannya dari saya sedikitpun. Lupita dengan ceria bercerita pada saya, meskipun sambil menahan sakit. Tentang keinginanya masuk kuliah lagi. Tentang tugas tugasnya yang terbengkalai, juga tentang ketidakmampuannya memenuhi 75% absensi. Saya mendengarkan dengan seksama, tidak banyak bertanya, hanya memberikan pesan agar tetap bersemangat, tetap bersyukur apapun yang terjadi. Lupita mengangguk angguk, berjanji akan memenuhi semua pesan-pesan saya.
Saya dan teman-teman dosen lainnya pun pamit pulang. Namun ketika kami di parkiran, Sang Ibu dan mahasiswa sahabat Lupita tergopoh-gopoh mengejar kami.
"Paaaak....Terima kasiiiiihhhhhh.... terima kasih sekali sudah bersedia datang" kata Sang Ibu sambil terisak. Saya bingung harus jawab apa waktu itu melihat Ibunya menangis. Akhirnya saya cuma meminta beliau tetap sabar dan tabah.
Elsa : Hhm.... pasti ada sesuatu nih... gak wajar ya
Dosen : Saya lanjutkan??
Elsa : LANJUTKAN! lebih cepat lebih baik! hehehehehe
Seminggu kemudian, saya harus pergi ke Jakarta. dan tinggal di sana selama 3 bulan. Begitu saya kembali, ternyata Lupita sudah meninggal dunia, seminggu sebelum kedatangan saya.
Sore, ketika saya hendak pulang, seorang mahasiswa ..sahabat baik Lupita yang dulu mendampingi saya di rumah sakit, menemui saya. Dia bilang, nanti malam adalah acara pengajian 7 harinya kepergian Lupita di rumah orang tuanya. Dia mengundang saya, atas nama orangtuanya.
Elsa : Innalillahi wa inna ilaihi rojiuuun.....
Dosen : sedih ya?
Elsa : Bapak datang malam itu?
Dosen : Ya, tentu saja saya datang.
Begitu pengajian usai, beberapa sahabat baik Lupita mengajak saya ngobrol di teras rumah Lupita. Di situlah, baru terbuka semuanya. Lupita menyukai saya sejak dia masuk kuliah tahun 2000. Dia bahkan menyukai saya sejak pertama kali bertemu di klinik kampus. Teman Lupita bercerita, ketika itu masa ospek. Lupita pingsan dan dibawa ke klinik. Begitu siuman, dia bertemu saya yang sedang terluka tangannya. Dia memperhatikan suster membalut luka saya agar darah bisa berhenti mengucur. Lupita tak bisa melupakan, ketika saya tersenyum padanya. Subhanallah... saya saja tidak ingat kejadian itu.
Teman-teman Lupita juga terus bercerita tentang Lupita. Bagaimana Lupita selalu bersemangat ikut kuliah saya. Lupita selalu memilih duduk paling depan, berhadapan tepat dengan meja dosen agar bisa sekedar memandang saya. Tidak banyak mahasiswa yang tahu akan hal ini, tjadi maklum saja jika cerita ini tidak sampai ke telinga saya. Hingga tahun ketiga kuliah, Lupita tampak semakin lemah. Jarang bisa ke kampus. tapi sering sekali menelpon teman-temanya, untuk bertanya bagaimana kabar saya di kampus.
Sampai akhirnya Lupita harus diamputasi jari kakinya, keinginannya hanyalah dijenguk oleh saya. Berkali kali, ia meminta teman-temannya agar membawa saya ke rumah sakit, agar dia bisa bertemu saya. Dan ketika saya menjenguknya, Lupita... masih menurut pengakuan teman-temannya.... benar-benar gembira. Dia tidak tidur semalaman, membicarakan saya. Dia lupa sakitnya, dia begitu gembira.
Hari-hari terakhir Lupita sempat meminta dijenguk lagi oleh saya. Tapi sayang sekali, Saya sedang di jakarta. Sahabat-sahabat Lupita tidak berhasil menghubungi saya. Sangat disesalkan ya, seandainya saja saya bisa mendampingi Lupita di saat saat terakhirnya.....
Elsa : Bapak...ketika diberi cerita cerita soal Lupita malam itu.... bagaimana perasaannya?
Dosen : Ah, jangan ditanya. Saya gak tau harus bilang apa. Sedih... menyesal... sedikit senang karena saya sempat menjenguknya di rumah sakit.... dan bingung pastinya.
Elsa : Aku berkali kali mengambil nafas panjang nih Pak. Membayangkan bagaimana perasaan Lupita ketika itu. Tapi aku salut banget Pak... Lupita tetap memandang hidup ini indah, meskipun harus berteman dengan LUPUS. Dia tetap bersemangat kuliah, berusaha tetap sehat meskipun sulit. Kalo aku jadi Lupita, aku pasti berhenti kuliah deh, memilih tetap di rumah bermanja manja pada Ibuku.
Dosen : Iya, kata temannya, ketika Lupita sudah tidak punya jari kaki, Dia tetap bersikeras pergi kuliah meskipun jalan saja susah.
Elsa : Tidak mau menyerah, apapun yang terjadi ya. Semoga aku juga bisa seoptimis Lupita.
Dosen : Amiiin...amiiin....
Elsa : boleh tanya Pak?
Dosen : Iya Elsa
Elsa : Apa hikmahnya buat bapak? kisah Lupita ini....
Dosen : Banyak.... terutama soal penyakit ya. Kita gak tahu tiba tiba bisa kena penyakit yang berat, Kita gak bisa milih milih kan? Tiba tiba dapet menyakit berat, kalau boleh memilih, semua orang pengennya gak punya panyakit.
Elsa : trus, tentang lainnya?
Dosen : Tentang pesan terakhirnya itu, saya salut, dia mengambil keputusan seperti itu. Padahal kan dia bisa memilih untuk menyampaikan pesan via temannya itu sejak awal. Juga tentang perasaannya pada saya ... yang hanya dia dan segelintir teman yang tahu. Ibunya juga tahu belakangan.
Elsa : Pesan apa?
Dosen : pesan bahwa ingin dijenguk oleh saya. dan juga alasan kenapa dia pingin saya menjenguknya.
Elsa : Apa alasannya?
Dosen : ya mungkin karena selama ini dia memendam rasa. atau mungkin dia pingin saya tahu di saat saat terakhirnya. Justru itu yang membuat saya sangat sedih.
Elsa : Jika seandainya Bapak tahu lebih awal...apa yang akan dilakukan? apa nanti akan berbeda?
Dosen : Tahu lebih awal tentang apa? tentang penyakitnya atau tentang perasaannya?
Elsa: Keduanya
Dosen : Kalau tentang perasaan, saya juga gak tahu, kira kira respon saya bagaimana. Kalau tentang penyakitnya.... jujur saya gak bisa berbuat apa apa. Waktu itu, saya belum tahu banyak soal LUPUS. dan keluarganya juga sudah melakukan apapun yang terbaik untuk pengobatannya. Saya paling paling bisa ikut prihatin dan berdoa untuknya. Sejak kejadian itu, saya jadi lebih banyak tahu tentang Lupus.
Sumber gambar |
LUPUS berasal dari bahasa latin "lupus" yang berarti anjing hutan. Istilah itu dipakai karena biasanya penderita lupus memiliki ruam merah di bagian hidung dan pipi (berbentuk seperti kupu-kupu, disebut juga butterfly rush) serupa seperti pipi serigala/anjing hutan. Dan karena ruam di pipi berbentuk seperti kupu-kupu, penyakit lupus juga sering disimbolkan dengan gambar kupu-kupu.
Lupus adalah penyakit yang berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh. Jika dalam kondisi sehat, sistem kekebalan tubuh manusia berfungsi untuk menangkal segala penyakit yang mencoba masuk ke tubuh, Penyakit Lupus justru melakukan kebalikannya. Sistem kekebalan tubuh penderita lupus justru menyerang organ dalam tubuh yang sehat. Dan pada setiap penderita lupus, jaringan atau organ tubuh yang diserang bisa sangat berbeda-beda. Itulah kenapa Lupus dikenal dengan sebutan Panyakit dengan seribu wajah, karena gejala lupus pada setiap penderita bisa jadi sangat berlainan satu sama lain.
Penyebab Lupus belum diketahui dengan pasti. Begitu pula dengan obatnya. Keganasan lupus setara dengan kanker atau HIV/Aids. Banyak sekali yang mengira Lupus adalah penyakit langka, dengan jumlah penderita yang kecil. Kenyataannya adalah setiap tahun ditemukan lebih dari 100.000 kasus baru lupus di dunia. Di Indonesia sendiri, jumlah penderita lupus semakin lama semakin meningkat.
Gejala penyakit Lupus beberapa di antaranya adalah :
- Muncul rumah merah / bercak bercak di sekitar hidung dan pipi, berbentuk seperti kupu-kupu.
- Badan mudah lelah secara berlebihan, pegal-pegal dan demam.
- Sakit kepala menahun, sakit dada ketika mengambil nafas dalam-dalam. rambut rontok.
- Nyeri persendian, karena kematian jaringan pada tulang dan persendian.
- Kelainan pada darah. Bisa berupa anemia, pembekuan dara yang berujung pada stroke, atau jumlah trombosit yang berkurang drastis.
- dan lain lain.
Cara mengetahui seseorang menderita lupus atau tidak, adalah dengan melakukan tes Antinuclear Antobodies (ANA) . Jika hasilnya positif, maka bisa dikatakan orang itu menderita Lupus.
Kunjungi Yayasan Lupus Indonesia untuk mencari informasi lebih lanjut tentang Lupus, acara-acara berkaitan dengan penyakit Lupus, atau tata cara bagaimana kita bisa membantu penderita Lupus di Indonesia.
"BASED ON TRUE STORY"
Demikianlah catan kecil pada Tentang Lupita dan Lupus | Diary Tante Elsa
dan inilah yang bisa Tante Elsa sahare. sekali lagi Tentang Lupita dan Lupus | Diary Tante Elsa berterimakasih banget sudah mau mampir ke blog ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat serta inspirasi untuk anda teman-teman semua. Baiklah, sampai jumpa di postingan Tante Elsa selanjutnya, jangan lupa sering mampir ke blog ini ya, dan jangan lupa bagiakan artikel ini ke teman-teman dan sodara. Dadah......
Anda sekarang membaca artikel Tentang Lupita dan Lupus | Diary Tante Elsa dengan alamat link https://diarytanteelsa.blogspot.com/2012/01/tentang-lupita-dan-lupus-diary-tante.html
Komentar
Posting Komentar