Tentang Uang Jelek | Diary Tante Elsa
Tentang Uang Jelek | Diary Tante Elsa - Hallo sahabat Tante Elsa yang aku sayangi dan aku rindukan, pembaca Diary Tante Elsa, Terimakasih sudah mampir di Diary Tante Elsa yang sederhana ini, Saat ini diary yang Tante Elsa tulis dengan judul Tentang Uang Jelek | Diary Tante Elsa, Tante Elsa sudah sengaja membuat artikel diary ini dengan maksut sebagi dokumentasi saja. Mudah-mudahan isi diary dengan label
diary Catatn, yang Tante Elsa tulis ini dapat menjadi inspirasi buat teman-teman. Baiklah, selamat membaca, semoga bermanfaat, Jangan lupa subcribe Blog Diary Tante Elsa ya...???
Judul : Tentang Uang Jelek | Diary Tante Elsa
link : Tentang Uang Jelek | Diary Tante Elsa
Ceritanya begini, aku suka membuat baju-baju kecil buat Dija. Dan tentu saja aku harus membeli perlengkapannya, misalnya renda, pita, benang, alat-alat jahit dan lain sebagainya. Di Jombang tidak banyak toko yang khusus menjual barang-barang semacam itu. Dan salah satu toko yang menurutku memiliki koleksi barang paling lengkap adalah sebuah toko di kawasan perumahan yang dimiliki oleh sepasang suami istri usia senja. Meskipun mereka tampaknya sudah lama menekuni bisnis itu, tapi rupanya mereka tipikal orang yang jarang sekali tersenyum pada pembeli. Well, bagiku its OK - lah, aku tidak butuh senyumnya, aku hanya butuh barangnya.
Aku pun membeli sesuatu disana. Aku membayar dengan uang pecahan 50.000. Dan Sang Pemilik toko pun membuka laci uangnya... lamaaaaaaa dia memilah milah uang. Kebetulan, aku bisa melihat uang-uang di lacinya. Dia masih khusyuk memilah milah uang kembalian untukku. Sepuluh ribu, dua puluh ribu, lima ribu... dua ribuan...seribuan.... semuanya dilihat satu persatu.
Aku pikir, nih orang ngapain sih ambil uang kembalian kok kayak cari kutu rambut??
Ternyata.... Sang Pemilik toko itu mencari mana uang yang paling jelek !!!!!!!
Dia memilih lembaran uang terjelek untuk diberikan padaku. Dan aku pun menerima uang-uang lusuh itu tanpa tersenyum.
Sejak saat itu, aku berjanji pada diriku sendiri. Sebisa mungkin, jika memberikan uang kembalian, usahakanlah memberi uang dengan kondisi yang terbaik, atau yang baik. Jangan sampai memberikan uang kembalian dalam kondisi lusuh yang mengenaskan, kecuali jika memang benar-benar tidak ada uang lainnya.
Sebagai pedagang kecil-kecilan, aku pun pernah mengalami kehabisan stok uang pecahan kecil untuk kembalian. Dan jika uang yang tersisa tinggal sedikit, itu pun dalam keadaan tidak kinyis-kinyis lagi, jika terpaksa mengembalikan uang yang lusuh itu, aku berusaha selalu meminta maaf kepada pembeli. "Maaf ya uang kembaliannya jelek jelek...."
Lalu seberapa sering aku menerima pembayaran yang menggunakan uang jelek bin lusuh?? Oh, sering sekali !!! Apalagi ketika menjelang bulan ramadhan, dan menjelang lebaran. Ketika beberapa pelanggan baru saja memecahkan celengan tanah liatnya, atau ketika para pengurus masjid membelanjakan uang yang selama ini terkumpul di kotak amal. Uang-uang yang seperti itu, kondisinya tidak hanya lusuh, tapi juga berdebu dan bau lembab, sedikit berjamur. Biasanya pelanggan dengan uang semacam itu, agak malu-malu ketika hendak membayar. Mereka sering minta maaf dahulu, "Maaf ya Mbak, uangnya recehan, baru mecah celengan" ......
Aku pun dengan sengaja menunjukkan ekspresi yang antusias. "Oh gak papa Pak, saya malah senang dapet uang beginian, bisa buat kembalian.... semoga penuh berkah"
Mendengar jawabanku yang antusias, pelanggan pun pede membayar dengan uang yang sudah mengendap entah berapa ribu tahun di celengan atau kotak amal.
Tapi siang tadi, entah aku yang kehabisan stok sabar hari ini.... atau memang aku yang bodoh tidak menahan nafsu di saat puasa.....
Siang tadi, ada dua orang pembeli. Dua orang wanita berjilbab dan berseragam kantor pemerintah, tampak sangat berpendidikan. Mereka diutus berbelanja untuk kebutuhan kantor. Mereka memilih-milih dengan leluasa, dan sempat pula bercanda denganku. Ketika hendak membayar, salah satu wanita itu, yang sepertinya lebih muda dariku, membuka amplop coklat berisi segepok atau dua gepok uang pecahan 50.000. Total belanjaan mereka senilai Rp 790.000,00. Wanita Cantik itu pun mengeluarkan 15 lembar uang 50.000an. Temannya menghitung, dan mengingatkan bahwa masih kurang 1 lembar lagi untuk mencapai sejumlah 800 ribu.
Si Wanita cantik itu lalu membuka amplop coklatnya lagi, dan lama memilih lembaran uang. Temannya tampak mulai tak sabar, sementara aku diam saja. Si Wanita cantik lantas cekikikan sendiri sambil berkata "Sabar dulu lah, aku milihin yang paling jelek, hihihihihihiiii"
Duuuuh..... kecewa sekali mendapati pelanggan yang seperti itu. Memilihkan uang yang paling jelek sambil cekikikan???
Aku yang tiba-tiba terserang penyakit tidak sabar dengan kadar mood yang menurun drastis, masih bisa tersenyum sedikiiiiiiiiiiiiiiiit sekali. Tugasku kini mengambil selembar uang 10.000an sebagai kembalian. Aku membuka laci, dan aku sengaja membongkarnya. Aku pilihkan lembaran yang yang masih licin, yang masih bersinar spektakuler, berkilauan membahana.... aku ambil satu dan kuserahkan ke Wanita Cantik itu seraya berkata "Terima Kasih Mbak, ini aku pilihin yang paling bagus".
Si Wanita Cantik itu serta merta tertular penyakitku, kehilangan kesabaran dan kadar mood yang mungkin malah habis total. Dia menerima uang dariku tanpa senyuman dan langsung pergi.....
Pleaseeee... jangan salahkan aku, karena aku mungkin sudah kehilangan satu pelanggan yang baik, dia mungkin tidak akan berbelanja kesini lagi. Aku sadar itu, seharusnya penjual tidak boleh "balas dendam" seperti itu pada pembelinya. Aku menyesal melakukannya, seharusnya tidak perlu seperti itu. Ya kan???
Aku salah.
Aku salah.
Anda sekarang membaca artikel Tentang Uang Jelek | Diary Tante Elsa dengan alamat link https://diarytanteelsa.blogspot.com/2013/07/tentang-uang-jelek-diary-tante-elsa.html
Judul : Tentang Uang Jelek | Diary Tante Elsa
link : Tentang Uang Jelek | Diary Tante Elsa
Tentang Uang Jelek | Diary Tante Elsa
Aku punya pengalaman kurang menyenangkan berkaitan dengan uang. Bukan tentang kehilangan sejumlah uang, kena tipu ratusan juta, atau hal semacam itu. Pengalamanku jauh lebih sepele, tapi sudah cukup untuk merubah pola pikir.Ceritanya begini, aku suka membuat baju-baju kecil buat Dija. Dan tentu saja aku harus membeli perlengkapannya, misalnya renda, pita, benang, alat-alat jahit dan lain sebagainya. Di Jombang tidak banyak toko yang khusus menjual barang-barang semacam itu. Dan salah satu toko yang menurutku memiliki koleksi barang paling lengkap adalah sebuah toko di kawasan perumahan yang dimiliki oleh sepasang suami istri usia senja. Meskipun mereka tampaknya sudah lama menekuni bisnis itu, tapi rupanya mereka tipikal orang yang jarang sekali tersenyum pada pembeli. Well, bagiku its OK - lah, aku tidak butuh senyumnya, aku hanya butuh barangnya.
Aku pun membeli sesuatu disana. Aku membayar dengan uang pecahan 50.000. Dan Sang Pemilik toko pun membuka laci uangnya... lamaaaaaaa dia memilah milah uang. Kebetulan, aku bisa melihat uang-uang di lacinya. Dia masih khusyuk memilah milah uang kembalian untukku. Sepuluh ribu, dua puluh ribu, lima ribu... dua ribuan...seribuan.... semuanya dilihat satu persatu.
Aku pikir, nih orang ngapain sih ambil uang kembalian kok kayak cari kutu rambut??
Ternyata.... Sang Pemilik toko itu mencari mana uang yang paling jelek !!!!!!!
Dia memilih lembaran uang terjelek untuk diberikan padaku. Dan aku pun menerima uang-uang lusuh itu tanpa tersenyum.
Sejak saat itu, aku berjanji pada diriku sendiri. Sebisa mungkin, jika memberikan uang kembalian, usahakanlah memberi uang dengan kondisi yang terbaik, atau yang baik. Jangan sampai memberikan uang kembalian dalam kondisi lusuh yang mengenaskan, kecuali jika memang benar-benar tidak ada uang lainnya.
Sebagai pedagang kecil-kecilan, aku pun pernah mengalami kehabisan stok uang pecahan kecil untuk kembalian. Dan jika uang yang tersisa tinggal sedikit, itu pun dalam keadaan tidak kinyis-kinyis lagi, jika terpaksa mengembalikan uang yang lusuh itu, aku berusaha selalu meminta maaf kepada pembeli. "Maaf ya uang kembaliannya jelek jelek...."
Lalu seberapa sering aku menerima pembayaran yang menggunakan uang jelek bin lusuh?? Oh, sering sekali !!! Apalagi ketika menjelang bulan ramadhan, dan menjelang lebaran. Ketika beberapa pelanggan baru saja memecahkan celengan tanah liatnya, atau ketika para pengurus masjid membelanjakan uang yang selama ini terkumpul di kotak amal. Uang-uang yang seperti itu, kondisinya tidak hanya lusuh, tapi juga berdebu dan bau lembab, sedikit berjamur. Biasanya pelanggan dengan uang semacam itu, agak malu-malu ketika hendak membayar. Mereka sering minta maaf dahulu, "Maaf ya Mbak, uangnya recehan, baru mecah celengan" ......
Aku pun dengan sengaja menunjukkan ekspresi yang antusias. "Oh gak papa Pak, saya malah senang dapet uang beginian, bisa buat kembalian.... semoga penuh berkah"
Mendengar jawabanku yang antusias, pelanggan pun pede membayar dengan uang yang sudah mengendap entah berapa ribu tahun di celengan atau kotak amal.
Tapi siang tadi, entah aku yang kehabisan stok sabar hari ini.... atau memang aku yang bodoh tidak menahan nafsu di saat puasa.....
Siang tadi, ada dua orang pembeli. Dua orang wanita berjilbab dan berseragam kantor pemerintah, tampak sangat berpendidikan. Mereka diutus berbelanja untuk kebutuhan kantor. Mereka memilih-milih dengan leluasa, dan sempat pula bercanda denganku. Ketika hendak membayar, salah satu wanita itu, yang sepertinya lebih muda dariku, membuka amplop coklat berisi segepok atau dua gepok uang pecahan 50.000. Total belanjaan mereka senilai Rp 790.000,00. Wanita Cantik itu pun mengeluarkan 15 lembar uang 50.000an. Temannya menghitung, dan mengingatkan bahwa masih kurang 1 lembar lagi untuk mencapai sejumlah 800 ribu.
Si Wanita cantik itu lalu membuka amplop coklatnya lagi, dan lama memilih lembaran uang. Temannya tampak mulai tak sabar, sementara aku diam saja. Si Wanita cantik lantas cekikikan sendiri sambil berkata "Sabar dulu lah, aku milihin yang paling jelek, hihihihihihiiii"
Duuuuh..... kecewa sekali mendapati pelanggan yang seperti itu. Memilihkan uang yang paling jelek sambil cekikikan???
Aku yang tiba-tiba terserang penyakit tidak sabar dengan kadar mood yang menurun drastis, masih bisa tersenyum sedikiiiiiiiiiiiiiiiit sekali. Tugasku kini mengambil selembar uang 10.000an sebagai kembalian. Aku membuka laci, dan aku sengaja membongkarnya. Aku pilihkan lembaran yang yang masih licin, yang masih bersinar spektakuler, berkilauan membahana.... aku ambil satu dan kuserahkan ke Wanita Cantik itu seraya berkata "Terima Kasih Mbak, ini aku pilihin yang paling bagus".
Si Wanita Cantik itu serta merta tertular penyakitku, kehilangan kesabaran dan kadar mood yang mungkin malah habis total. Dia menerima uang dariku tanpa senyuman dan langsung pergi.....
Pleaseeee... jangan salahkan aku, karena aku mungkin sudah kehilangan satu pelanggan yang baik, dia mungkin tidak akan berbelanja kesini lagi. Aku sadar itu, seharusnya penjual tidak boleh "balas dendam" seperti itu pada pembelinya. Aku menyesal melakukannya, seharusnya tidak perlu seperti itu. Ya kan???
Aku salah.
Aku salah.
Demikianlah catan kecil pada Tentang Uang Jelek | Diary Tante Elsa
dan inilah yang bisa Tante Elsa sahare. sekali lagi Tentang Uang Jelek | Diary Tante Elsa berterimakasih banget sudah mau mampir ke blog ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat serta inspirasi untuk anda teman-teman semua. Baiklah, sampai jumpa di postingan Tante Elsa selanjutnya, jangan lupa sering mampir ke blog ini ya, dan jangan lupa bagiakan artikel ini ke teman-teman dan sodara. Dadah......
Anda sekarang membaca artikel Tentang Uang Jelek | Diary Tante Elsa dengan alamat link https://diarytanteelsa.blogspot.com/2013/07/tentang-uang-jelek-diary-tante-elsa.html
Komentar
Posting Komentar